Fenitoin

Merk Dagang

Phenytoin, Dilantin, Pheilep, MOVILEPS®, Zentrofil

Komposisi:

  • Tiap tablet mengandung: Fenitoin natrium 50 mg, 300mg
  • Tiap kapsul mengandung: Fenitoin natrium 100 mg
  • Cairan Injeksi 50 mg/ml

Cara kerja obat:

Fenitoin merupakan obat golongan antiepilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks motoris yaitu menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang rangsang terhadap hipereksitabilitas yang disebabkan perangsangan berlebihan atau kemampuan perubahan lingkungan di mana terjadi penurunan bertahap ion natrium melalui membran. Ini termasuk penurunan potensiasi paska tetanik pada sinaps. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan dengan fase tonik dari kejang tonik-klonik (grand mal). Waktu paruh plasma setelah pemberian oral rata-rata adalah 22 jam (antara 7-42 jam).

Indikasi:

  • Fenitoin diindikasikan untuk mengontrol keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) dan serangan psikomotor “temporal lobe”.
  • Semua jenis Epilepsi kecuali Petit Mal;Status Epileptikus

Kontraindikasi:

Pasien dengan sejarah hipersensitif terhadap fenitoin atau produk hidantoin lain.

Dosis :

Kemungkinan diperlukan penyesuaian dosis dan monitoring level serum bila terjadi perubahan dari pemakaian bentuk “free acid” menjadi bentuk garam natriumnya dan sebaliknya karena fenitoin bentuk “free acid” mengandung kadar fenitoin 8% lebih tinggi dibanding bentuk sediaan garam natriumnya.

Dosis harus disesuaikan dengan keadaan penderita dan konsentrasi plasma harus dimonitor.

Dewasa:

  • Dosis awal: 300 mg sehari dibagi dalam 2-3 dosis.
  • Dosis pemeliharaan: 300-400 mg atau 3-5 mg/kg BB sehari (maksimal 600 mg sehari).

Anak-anak:

  • Dosis awal 5 mg/kg BB sehari dibagi dalam 2-3 dosis dan tidak lebih dari 300 mg sehari.
  • Dosis pemeliharaan awal yang dianjurkan: 4-7 mg/kg BB sehari.
  • Anak usia lebih dari 6 tahun dapat diberikan dosis minimal dewasa (300 mg sehari).

Efek samping:

  • Susunan Saraf pusat: manifestasi paling sering yang berhubungan dengan terapi fenitoin dengan SSP biasanya tergantung dosis. Efek samping ini berupa nistagmus, ataksia, banyak bicara, koordinasi menurun dan konfusi mental, pusing, susah tidur, gelisah, kejang motorik dan sakit kepala.
  • Saluran cerna: mual, muntah dan konstipasi.
  • Kulit: kelainan dermatologik berupa ruam kulit skarlatimiform atau morbiliform kadang-kadang disrtai dengan demam. Bentuk lebih serius dapat berupa dermatitis eksfoliativ, lupus eritematosus, sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik.
  • Sistem hemopoetik: efek samping yang dapat bersifat fatal ini kadang-kadang dilaporkan terjadi. Hal ini dapat berupa trombositopenia leukopenia, granulositopenia, agranulositosis, pansitopenia dengan atau tanpa supresi sumsum tulang.
  • Jaringan penunjang: muka menjadi kasar, bibir melebar, hiperplasia gusi, hipertrikosis dan penyakit peyroni.
  • Kardiovaskular: periarterisis nodosa.
  • Imunologik: sindroma sensitifitas, lupus eritromatosus sistemik dan kelainan immunoglobulin.

Peringatan dan perhatian:

  • Bila diperlukan pengurangan dosis, penghentian pengobatan harus dilakukan bertahap.
  • Pada kasus terjadi alergi atau reaksi hipersensitifitas, kemungkinan diperlukan terapi alternatif yang bukan dari golongan hidantoin.
  • Hati-hati penggunaan pada penderita gangguan fungsi hati, usia lanjut.
  • Fenitoin dapat meningkatkan kadar glukosa pada pasien diabetes.
  • Fenitoin tidak diindikasikan untuk kejang yang disebabkan oleh hipoglikemia atau kasus-kasus lain yang belum pasti.
  • Osteomalasia telah dihubungkan dengan terapi fenitoin dan disebabkan pengaruh fenitoin terhadap metabolisme vitamin D.
  • Penderita harus diobservasi bila terjadi tanda-tanda adanya depresi pernafasan.
  • Fenitoin tidak efek untuk kejang petit mal. Jika terjadi campuran antara kejang tonik-kronik (grand mal) dan kejang petit mati, pengobatan harus dilakukan dengan obat kombinasi.
  • Fenitoin harus dihentikan jika timbul ruam kulit.
  • Pada penggunaan jangka panjang, harus dilakukan pemeriksaan darah secara kontinu.
  • Tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
  • Pasien diingatkan pentingnya menjaga kebersihan gigi untuk mengurangi berkurangnya hiperplasia gusi dan komplikasinya.

Interaksi obat:

  • Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar fenitoin yaitu: asupan alkohol akut, amiodaron, kloramfenikol, klordiazepoksid, diazepam, dikumarol, disulfiram, estrogen, H2-antagonis, halotan, isoniazid, metilfenidat, fenotiazin, fenilbutazon, salisilat, suksinimid, sulfonamid, tolbutamid, trazodan.
  • Obat-obat yang dapat menurunkan kadar fenitoin yaitu: karbamazepin, penggunaan alkohol kronis, reserpin dan sukralfat.
  • Obat-obat yang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar fenitoin yaitu: Fenobarbital, natrium valproat dan asam valproat.
  • Meskipun bukan interaksi obat yang sebenarnya, antidepressam trisiklik dapat menyebabkab kejang pada pasien yang peka, karena itu dosis fenitoin perlu disesuaikan.
  • Obat-obat yang khasiatnya terganggu oleh fenitoin yaitu: kortikosteroid, antikoagulan, kumarin, digitoksin, estrogen, furosemid, kontrasepsi oral, kuinidin, rifampisin, teofilin, vitamin D.

Overdosis:

  • Dosis letal pada orang dewasa diperkirakan 2 sampai 5 gram. Gejala awal yang terjadi: nistagmus, ataksia dan disartria.
  • Tanda-tanda lain adalah: tremor, hiperfleksia, letargi, banyak bicara, mual, muntah.
  • Kemudian menjadi koma, pupil tidak beraksi dan tekanan darah menurun. Kematian terjadi akibat depresi pernafasan dan depresi sirkulatori. Penatalaksanaannya bersifat non-spesifik yaitu dengan bantuan pernafasan atau hemodialisis.
  • Lethal dose pada anak-anak tidak diketahui.

Posted on 17 November 2013, in Drug List, Obat Syaraf dan Otak and tagged , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar